Judul Asli : KISSES FROM HELL
“Sunshine” copyright © 2010 by
Richelle Mead
“Bring Me
to Life” copyright © 2010 by Alyson Noël
“Alone” copyright © 2010 by
Kristin Cast
“Hunting
Kat” copyright © 2010 by Kelley Armstrong
“Lilith” copyright © 2010 by
Francesca Lia Block
Translation copyright © 2012 by PT Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Fanny Yuanita
Editor : Primadonna Angela
Cetakan I : Oktober 2012 ; 264 hlm
Semenjak demam ‘Twilight Saga’
karya Stephenie Meyer melanda dunia termasuk Indonesia, mulai marak bermunculan
berbagai kisah petualangan vampir dengan manusia. Bukan hanya berupa novel
maupun serial, tetapi juga antologi atau kumpulan cerita pendek karya berbagai
penulis. ‘Kisses from Hell’ juga contoh hasil keroyokan para penulis genre YA
yang terkenal lewat serial Vampir atau Immortal-nya. Sebagai salah satu pembaca
yang tak terlalu menyukai cerpen (alasannya ? karena ceritanya terlalu pendek,
seringkali penulis yang tak terbiasa justru terjebak dalam ide dan plot cerita
yang hasilnya justru mengecewakan alias kurang berbobot), ada sekelumit
keraguan, apakah kemampuan para penulis ternama ini mampu memberikan bobot yang
sama kualitasnya dalam bentuk cerpen ?
Dibuka dengan ‘Sunshine’ (Cahaya
Matahari) tentang bangsa Moroi – klan vampir tertua yang sudah langka
melawan bangsa Strigoi – vampir ganas yang berwujud mayat hidup. Kisah yang
berpusat pada kehidupan Eric Dragomir, salah satu keluarga bangsawan tertua,
dituntut melanjutkan garis keturunan melalui hubungan dengan Emma Drozdov, yang
juga merupakan keturunan bangsawan. Anehnya Eric justru tertarik pada Rhea
Daniels – gadis yang berdarah campuran atau setengah ningrat. Dengan ide awal
yang menarik, tentunya diriku berharap mendapat kejutan serta konflik yang
meningkat, sebagaimana kisah Vampire Academy karya Richelle Mead. Alih-alih
kisah ini cukup datar dengan meminjam ketenaran nama Kaum Moroi, Strigoi dan
Dragomir, bahkan endingnya cukup klise bak kisah roman biasa.
Kemudian masuk ‘Bring Me to Life’
(Bangkitkan Aku Kembali) yang berkisah petualangan Danika Kavanaugh, gadis
asal Amerika yang memperoleh beasiswa Sunderland Manor di Inggris untuk
mengikuti pelajaran seni melukis tingkat tinggi. Kisah ini mengingatkan sedikit
akan Dorian Gray karya Oscar Wilde, tentang kemampuan melukis untuk
menghidupkan sesuatu yang telah mati. Sekali lagi ide yang sangat menarik,
tetapi sampai ending pun, tiada kesan khusus yang kudapat.