there was a place
where everyone
could live their Dreams
became anything beyond Imaginations
and spread wings in the world of Fantasy
it's Alice's Wonderland ...
*~* welcome *~*
Illustrations by Ross Stewart ( cover and inside book )
Cover Design by Steve Scott
Indonesian edition by Hedotz
Cetakan I : Agustus 2012 ; 264 hlm
Rate : 3 of 5
Komentar pertama setelah membuka pembungkus plastik buku ini : “WOW ...
desain sampulnya keren dan menarik” – bahkan penerbit mempertahankan edisi
illustrasi asli, yang membuatku semakin kegirangan ( karena pengalaman
sebelumnya, dimana beberapa novel-novel fantasi justru dirubah atau tidak
ditampilkan edisi aslinya ). Sebelum diriku memulai membaca kisah ini, terlebih
dahulu ku-ingat-kan bahwa sampai selesai membaca buku ini, belum pernah
kutonton filmnya, jadi review ini murni dari hasil baca bukunya. Selain desain
sampul, illustrasi yang menggoda, nama penulis sudah kukenal lewat serialnya
Suddenly Supernatural yang tidak kalah menariknya. Maka semakin mantap diriku
untuk memasukan buku ini sebagai koleksi bacaan, dan kini mari kita mulai
bersama perjalanan ‘mengintip’ apa sebenarnya isi di dalamnya ...
Norman terlihat sebagai bocah biasa, yang tidak populer di kalangan
anak-anak sebayanya maupun orang-orang dewasa. Tapi akhir-akhir ini Norman
menjadi sorotan serta bahan pembicaraan di mana-mana. Karena Norman bukan bocah
biasa, ia anak aneh yang harus dijauhi. Kisah sebenarnya, Norman adalah bocah
dengan kemampuan khusus, ia bisa melihat serta berkomunikasi dengan para arwah
gentayangan. Nah, mungkin ada yang menganggap itu suatu kemampuan yang
menakjubkan atau bahkan keren abis. Tapi percayalah, bagi Norman kehidupan
sehari-hari yang senantisa berada di dua dunia yang berbeda, itu lebih sering
membuatnya capek dan mengalami hal-hal tidak enak.
Misalnya, bagaimana ia menjelaskan kepada kedua orang tuanya, bahwa sang
nenek yang baru meninggal dan telah dimakamkan, kini ‘pindah’ dan tinggal di
kediaman Norman beserta keluarganya ? Bahwa ia menonton film zombie yang sama
berulang-ulang karena sang nenek tampak menyukainya dan lebih suka jika
ditemani menonton? Atau bahwa jiwa katak percobaan di laboratorium sekolahnya,
memohon agar tubuhnya dikuburkan dengan layak ketimbang menjadi bagian display
anatomi hewan. Belum lagi kerumunan para arwah yang ribut antri minta dirinya
menyampaikan pesan-pesan bagi kerabat mereka di tengah-tengah pemakaman neneknya ...
Tapi itu semua tidak seberapa dengan bahaya yang bakal muncul, bahaya besar
yang akan memusnahkan para penduduk kota. Saat perayaan peringatan pemusnahan
penyihir dari legenda kuno kota itu dinanti-nantikan para penduduk serta
pengungsi wisata, gerombolan lain juga menantikan waktu yang tepat bagi
kebebasan jiwa-jiwa mereka dari kutukan berabad-abad silam. Norman harus
menghadapi kenyataan bahwa dirinya harus berhadapan dengan gerombolan zombie
serta penyihir terkuat yang akan meluluh-lantakan seluruh kota. Mampukah Norman
melakukannya seorang diri ? Kekuatan apa yang bisa membantunya melampaui semua
cobaan mengerikan di hadapannya ?
Kisah ini bukan saja menegangkan, tetapi penulis mampu menyelipkan berbagai
dialog serta adegan humor yang menggelikan sekaligus mencekam. Sesuai dugaanku,
sang penulis memberikan sajian yang menarik dan tidak terjebak dengan plot
serta dialog-dialog film. Sebelumnya diriku juga pernah membaca buku ‘movie
tie-in’ (semacam adaptasi dari naskah film ke novel, bukan sebaliknya) dan
banyak sekali kejanggalan serta kekurangan penggambaran nuansa didalamnya. Jika
lewat film, kita mampu mencerna dan memperoleh gambaran secara visual, maka
jika diterapkan dalam bentuk tulisan, sang penulis bukan saja harus meniru
dialog-dialog, tetapi juga menjelaskan nuansa serta kondisi kisah, tanpa
terjebak dengan keterangan bertele-tele. Bukan sesuatu yang mudah, dan tidak
semua penulis mampu melakukannya. Secara keseluruhan, diriku suka dan puas
dengan buku serta kisahnya (^_^)
Elizabeth Cody Kimmel yang biasa dipanggil Beth, lahir di
New York City, dan menghabiskan masa kecilnya di Westchester County, sebelum
kemudian pindah ke Brussels, Belgia. Semenjak kecil ia dalah seorang pembaca,
pembeli dan pengagum buku-buku yang sangat aktif. Karena sangat menyukai
hal-hal yang berhubungan dengan bangunan gothic serta program simulasi
interaktif, ia memasuki Emma Willard School di Troy, New York serta meneruskan
ke Kenyon College di Gambier, Ohio.
Memiliki banyak kegemaran serta akal untuk mendapatkan
keinginannya, Elizabeth berhasil mengatur agar ia bisa bekerja di tempat-tempat
yang menjadi subyek kegemarannya dalam berbagai buku yang ditulisnya. Elizabeth
sangat menyukai hal-hal yang berkaitan dengan Antartika, cerita hantu, sejarah
abad pertengahan, penguin, dan dunia penulisan, semuanya dapat dijumpai dalam
berbagai karakter dan plot dalam semua buku-bukunya yang telah diterbitkan.
Elizabeth Cody Kimmel kini tinggal dengan keluarganya di
wilayah New York’s Hudson Valley. Ia juga berperan aktif sebagai pembicara tamu
di berbagai sekolah di berbagai negara. Beth, sosok yang humoris dan suka
berinteraksi langsung dengan para pembaca dari berbagai usia. Ia membagi
waktunya sehari-hari antara membaca,
hiking, menyanyi dalam kelompok paduan suara, melakukan panjat tebing, atau
sekedar melakukan tugas harian seperti mencuci pakaian serta berusaha melakukan
‘hubungan telepati’ dengan anjing beagle-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar